Kenapa kita harus melakukan investasi untuk membeli materi belajar dari sebuah platform penyedia pembelajaran digital? Bukankah di Youtube sudah begitu banyak materi yang gratis?
Memang benar kita tidak perlu melakukan investasi dengan membayar konten atau mentor jika 5 (lima) masalah ini dapat diselesaikan.
Kurasi
Dari jutaan konten yang tersedia di Youtube atau kanal pembelajaran yang lain, ada yang sungguh-sungguh berkualitas, ada yang kurang terkait dengan kebutuhan, bahkan ada juga yang “sampah”. Persoalan lain yang biasanya muncul ketika kita berhasil menemukan yang berkualitas adalah konten potongan yang belum mewakili keseluruhan pengetahuan untuk sebuah kompetensi tertentu. Jadi, bila kita memiliki cukup banyak waktu dan pengetahuan dasar yang mumpuni untuk memilih dan memilah, maka Youtube dapat menjadi sebuah “sekolah, perguruan tinggi dan pusat pelatihan” yang gratis dan berguna. Sayangnya tidak semua orang memiliki waktu dan pemahaman yang cukup untuk melakukan kurasi konten dengan baik. Situs ELearning Industry melaporkan bahwa menurut Class Central tercatat 110 juta orang di dunia yang menjadi pembelajar cara daring di 2019. Namun sebuah studi menemukan bahwa 52% pembelajar hanya mendaftar dan tidak pernah menengok lagi kursus daring tersebut. Selain itu, mereka yang mundur di tengah jalan atau “drop out” mencapai 96%. Ini memperlihatkan bahwa diperlukan motivasi dan regulasi diri yang sangat istimewa untuk dapat belajar sendiri secara teratur dan konsisten dari sebuah sumber belajar terbuka dan fleksibel seperti Youtube. Sayangnya, tidak semua pembelajar memiliki kedisiplinan yang istimewa. Untuk sebagian besar pembelajar, ternyata fleksibilitas membuat mereka menunda-nunda waktu belajar dan kemudian kehilangan semangat. Ini terjadi karena tidak ada “dorongan eksternal”, tidak ada teman untuk berdiskusi, serta ketiadaan konektivitas dengan narasumber. Tampaknya, belajar mandiri melalui Youtube memang hanya tepat untuk mereka yang sudah memiliki motivasi belajar yang begitu besar dan menyala-nyala.
Penilai (Asesor)
Sebuah kelas pembelajaran yang berbayar menyediakan kehadiran tutor yang dapat melakukan serangkaian asesmen untuk menguji sejauh mana pengetahuan atau keterampilan telah didapat oleh pembelajar. Saat ini, belum semua komponen kompetensi dapat diuji melalui teknologi. Hadirnya seseorang yang dapat memastikan ketercapaian tujuan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat dihadirkan dalam pembelajaran melalui Youtube.
Belajar melalui konteks
Morgan McCall, Robert Eichinger, dan Michael Lombardo dari Center for Creative Leadership pada pertengahan 1990-an menggagas sebuah model pembelajaran yang saat ini populer dikenal sebagai model pembelajaran 70:20:10. Mereka menemukan bahwa untuk mencapai tujuan belajar secara efektif di korporasi, maka harus dihadirkan 3 pengalaman belajar yang berbeda namun saling terkait. Mereka berpendapat bahwa 10% dari tujuan belajar dapat dicapai dari kursus atau pelatihan, 20% dari belajar secara kelompok atau kolaborasi dan 70% dari tugas yang menantang.
Jadi, mempelajari materi dari “konten resmi” hanya mewakili yang 10%, sedangkan yang 90% berasal dari “konteks” yang terkait pengetahuan tersebut yaitu “belajar” dari mereka yang memiliki pengalaman operasional serupa dan dari tugas menantang untuk mempraktekkan pengetahuan tersebut. Di sinilah titik lemah dari pembelajaran melalui Youtube, karena fasilitas belajar gratis ini tidak bisa “berdialog” dengan kita untuk mendiskusikan pengalaman mempraktikkan kompetensi yang sedang kita pelajari.
Belajar secara kolaborasi
Penelitian di Universitas Stanford yang dilakukan oleh Profesor Chuck Eesley memperlihatkan bahwa belajar secara kelompok di kelas daring dapat meningkat keterlibatan pembelajar dan tingkat kelulusan secara signifikan. Siswa yang bekerja di dalam kelompok 16 kali lebih mungkin untuk menyelesaikan materi dan lulus ujian. Data dari dari penelitian yang meliputi 23.577 siswa yang belajar secara mandiri ternyata hanya hanya 2% atau 501 siswa yang berhasil lulus. Di pihak lain, mereka yang belajar di dalam kelompok dan berhasil lulus mencapai angka 32%. Hal ini dikarenakan mereka yang belajar dalam kelompok lebih terlibat dan berkontribusi lebih banyak dalam diskusi kelas, serta berperan aktif dalam mengevaluasi rekan belajar.
Fakta lain yang memperkuat pentingnya belajar di dalam kelompok adalah siswa yang belajar berkelompok 5 (lima) kali lebih sering mengakses materi pelajaran. Rata-rata, pembelajar mandiri hanya mengakses materi seminggu sekali, sedangkan siswa yang belajar dalam kelompok tanpa mentor mengakses materi 4,9 kali per minggu dan siswa yang memiliki mentor mengakses materi 5,5 kali per minggu. Belajar secara kelompok bersama dengan mentor memang memberikan nilai tambah baru. Meskipun hanya 21% dari siswa yang bekerja dalam kelompok tanpa mentor yang berhasil lulus, namun mereka yang belajar kelompok sekaligus memiliki mentor mencapai tingkat kelulusan 44%.
Temuan-temuan ini cocok dengan hasil penelitian dari Albert Bandura. Ia adalah seorang tokoh yang memperkenalkan teori pembelajaran sosial. Teori ini menyatakan bahwa orang akan mengalami pengalaman belajar yang baik ketika mengamati orang lain dan berinteraksi dengan orang lain. Pengetahuan dan keterampilan lebih mudah diserap ketika mengamati keterampilan, perilaku orang lain, serta hasil akhir yang terkait dengan keterampilan serta perilaku tersebut.
Ada banyak yang hilang di dalam pengalaman belajar mandiri melalui Youtube karena tidak memungkinkan kita untuk bertemu dengan mentor maupun teman belajar secara kelompok. Kita masih membutuhkan pembelajaran melalui platform berbayar yang menyediakan mentor dan teman belajar seperti dalam teori pembelajaran sosial.
Penulis: Antonius Tanan
Thanks for the interesting article. Our company is constantly improving the software to facilitate the work of the personnel department.